Samalanga, Bireuen, Aceh.

Seperti yang kita ketahui, sepekan yang lalu banyak media yang memberitakan bahwa jakarta banjir diakibatkan hujan yang sangat deras. Bahkan ada juga media yang memberitakan bahwasanya ketika musim hujan, harga sayur-mayur melonjak naik. Penulis sendiri menganggap hal demikian menunjukkan akidah dan tauhid si pengelola atau pembuat media.

Ketika musim hujan, penulis sendiri belum pernah menjumpai media memberitakan yang menunjukkan rasa syukur ketika turun hujan. Memang benar, berita samacam ini kurang laku atau tidka menarik. Wacana yang dikembangkan oleh media seolah-olah menyalahlan alam semesta, bahkan tanpa secara langsung mereka menyalahkan sang pencipta.

Samalanga, Bireuen, Aceh

Kalau kita merujuk sebagaimana dalam sebuah ayat Al-Quran berikut ini:

“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).

Jelas dikatakan bahwa hujan merupakan suatu perkara yang sangat penting demi keberlangsungan kehidupan manusia. Tidak hanya manusia saja, namun semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hujan sebagai berkah bagi seluruh makhluk hidup, begitu banyak manusia yang bergembira menyambut turunnya hujan karena berbulan-bulan menunggu akan turunnya hujan.

Namun bagi sebagian orang, ada juga yang menganggap hujan sebagai musibah, turunnya hujan dapat membawa musibah seperti banjir dan longsor. Padahal dengan turunnya hujan akan menghidupkan segala yang ada dibumi seperti tumbuhan dan pepohonan yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan.

Datangnya musibah diakibatkan oleh kesalahan manusia itu sendiri. Sepatutnya manusia introspeksi diri ketika suatu musibah datang, jangan menyikapinya dengan menyalahkan alam. Allah tidak akan memberi bencana kepada suatu negeri melainkan negeri tersebut dihuni oleh orang-orang yang kufur dan lalai.

02 Februari 2020